Ancaman Penyu Sisik
Seperti semua penyu pada umumnya, penyu sisik menghadapi banyak ancaman sebagai akibat aktivitas manusia. Penyebab penurunan populasi penyu sisik dikarenakan dorongan dari banyaknya permintaan pproduk-produk berbahan dari karapas penyu sisik, namun sejumlah bahaya lain juga menempatkan mereka pada risiko serius seperti ancaman pencurian telur dan juga dikonsumsi dagingnya. Populasi penyu sisik secara global telah menurun dengan mengejutkan, mencapai hingga 85% di abad terakhir. Perkiraan saat ini menunjukkan hanya 15.000 – 20.000 penyu sisik saja bersarang di seluruh dunia.
Selain perdagangan ilegal produk dari karapas mereka, penyu sisik juga menghadapi ancaman lain di antaranya yaitu penangkapan tidak sengaja dalam alat tangkap, degradasi habitat bersarang dan rusaknya feeding ground sebagai tempat mencari makan, dikarenakan, polusi dan puing-puing laut, pengembangan pantai, dan ancaman lain yang menempatkan mereka menjadi spesies yang berisiko kepunahan di seluruh rentang geografis. IUCN (International Union for Conservation of Nature) mengategorikan penyu sisik sebagai Critically Endangered atau termasuk dalam daftar merah akibat menurunnya populasi secara global. Di Indonesia, penyu sisik terdaftar sebagai salah satu satwa yang Terancam Punah sesuai dengan Permen LHK No. P.106 tahun 2018 dan UU No. 5 tahun 1990.
Eksploitasi
Meskipun penyu sisik dilindungi oleh hukum di Indonesia, perburuan liar dan perdagangan bagian-bagian tubuh mereka masih berlanjut. Sering kali kegiatan ilegal terjadi di daerah terpencil yang membuat penegakan hukum menjadi hampir mustahil dan juga di jejaring online. Selain kurangnya penegakan hukum, kurangnya kesadaran publik juga menjadi salah satu dari masalah, serta wisatawan yang tidak tahu tentang hal ini biasanya ketika bepergian ke daerah-daerah sering kali pulang dari liburan dengan membawa pernak-pernik yang dibuat dari kulit penyu sisik. Di beberapa daerah di Indonesia, daging dan telur penyu dianggap sebagai makanan lezat, dan dibeberapa tempat menjadikan telur dan daging penyu sebagai sumber protein dan pendapatan yang penting. Di daerah lain, karapas dan kulit penyu sisik digunakan untuk keperluan perhiasan maupun peralatan dekorasi.
Akibat dari perubahan cuaca (Pemanasan Global)
Di beberapa daerah tropis, penyu sisik mengandalkan terumbu karang untuk mencari mangsa dan berlindung. Saat bumi menghangat dan suhu lautan naik menyebabkan karang memutih, penyu-penyu yang menggantungkan diri di terumbu karang akan terkena dampak secara langsung. Pemanasan di samudera, perubahan arus dan perubahan distribusi spesies mangsa yang dulunya melimpah memaksa mereka untuk mengubah gerakan demi mendapatkan makanan. Karena jenis kelamin penyu bergantung pada suhu, ketika suhu meningkat dan pantai menjadi lebih panas, pasir yang lebih hangat mengubah jumlah pejantan dan betina yang dilahirkan, membuat rasio jenis kelamin secara alami tidak seimbang.
Ancaman yang lebih nyata adalah naiknya permukaan laut dari pencairan es di kutub yang berkontribusi pada hilangnya habitat bersarang penyu di pantai. Cuaca ekstrem, yang juga terkait dengan perubahan iklim, mengakibatkan badai yang lebih sering dan parahnya dan berubahnya pantai tempat bersarang disebabkan erosi pantai sehingga menggenangi atau membanjiri sarang penyu dengan air laut. Hal ini dapat mengakibatkan banyak hilangnya sarang di sepanjang bentangan pantai selama perubahan cuaca menjadi lebih buruk terus berlangsung.
Habitat yang semakin berkurang karena pembangunan di bibir pantai
Setengah dari populasi manusia dunia hidup di atau dalam 100 mil dari garis pantai dan itu berarti lebih sedikit ruang dan lebih banyak bahaya bagi penyu. Kegiatan pesisir seperti pemugaran pantai, pembangunan tembok laut, pengerukan dekat pantai, konstruksi anjungan minyak menimbulkan hambatan yang berisiko bagi penyu. Pengembangan pesisir juga berkontribusi terhadap berkurangnya habitat penyu. Selain itu, pencemaran dari limpasan, pembuangan air limbah, dan tumpahan minyak hingga bertabrakan dengan perahu juga bertanggung jawab atas sejumlah besar cedera dan kematian penyu setiap tahun.
Karena semakin banyak orang yang mendiami daerah pantai seperti pengembangan rumah, hotel, restoran, dan jalan di tepi pantai, penyu memiliki waktu yang lebih sulit menemukan habitat bersarang yang cocok. Penyu membutuhkan pantai yang gelap dan tidak terganggu untuk mendarat dan bertelur, dan tukik penyu memerlukan hal yang sama agar dapat dengan aman menavigasi jalan keluar dari sarang dan menyusuri pantai ke laut. Pengembangan di bibir pantai tidak hanya mengurangi penyu betina yang ingin meninggalkan telur di pantai-pantai bersarang pilihan mereka, tetapi pencahayaan di tepi pantai juga dapat mengacaukan tetasan, cahaya akan mengarahkan penyu menjauh dari air dan menuju cahaya buatan yang biasanya mengarah pada daratan, ini menyebabkan kerusakan pada penyu. Ini adalah masalah utama bagi penyu sisik, yang cenderung bersarang jauh lebih tinggi di pantai daripada spesies penyu lainnya.
Sumber:
Hawksbil Turtle Threats