Dalam program konservasi penyu ada beberapa pertimbangan teknis bahwa ranger diharuskan menghitung dan mengidentifikasi telur-telur penyu (dan cangkang) dalam sarang yang sudah purna tetas. Salah satu alasannya adalah guna mengetahui angka pasti rasio keberhasilan telur yang menetas dengan yang tidak. Ranger akan menyerahkan data yang mereka kumpulkan di lapangan itu kepada peneliti untuk diolah dan masuk pada tahapan analisa mendalam, sebelum pada akhirnya akan dipublikasi kepada masyarakat dalam bentuk angka-angka sederhana dan proyeksi kedepan terkait tren kondisi penyu. Tujuannya adalah agar data-data tersebut dapat menjadi dasar yang jelas bagi para pihak yang berkepentingan (aktivis, pemerintah dll) untuk menentukan langkah strategis dan teknis dalam rangka pelestarian penuh.
Salah satu data yang harus dikumpulkan oleh para ranger adalah jumlah UD dan UH:
Kode-kode tersebut dipakai dalam kegiatan teknis Yayasan Penyu Indonesia untuk memudahkan pencatatan saja, namun hal yang lebih mendasar adalah bahwa dengan diketahuinya rasio jumlah UD dan UH maka diharapkan kita dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mendorong daya tetas suatu sarang. Peneliti/pengelola konservasi penyu dapat mengetahui kualitas media tetas (hatchery, lokasi alami, jenis pasir, tutupan kanopi dll) dan perilaku khusus apa saja yang dapat mereka lakukan sehingga persentase tetas telur dalam suatu sarang dapat ditingkatkan pada level yang maksimal.
Guna memudahkan penjelasan, kami sudah menampilkan sebuah video pendek di atas yang diambil dari praktek konservasi langsung di Pulau Belambangan. Harapannya adalah video itu akan memudahkan audience untuk memahami secara gamblang cara mengidentifikasi UH dan UD.