Sejarah Upaya Konservasi Penyu Di Indonesia
1994 : Yayasan Pulau Banyak di Aceh memulai aktivitas konservasi penyu
1997 : WWF Indonesia meluncurkan program konservasi penyu di Bali
1998 : WWF memulai untuk bekerja sama dengan Pedanda (Pendeta Hindu) untuk melindungi penyu, setelah itu diserukan agar penggunaan kepala penyu sebagai Banten (sesajen) yang melambangkan sebagai dasar dunia pada beberapa upacara Hindu, digantikan dengan gambar penyu atau kue beras berbentuk penyu.
1999 : ProFauna membuktikan bahwa Bali merupakan pusat perdagangan daging penyu. Pada waktu itu tercatat ada sekitar 27.000 ekor penyu dibantai setiap tahunnya untuk diambil dagingnya. ProFauna kemudian gencar berkampanye untuk perlindungan penyu dan menentang segala bentuk perdagangan penyu
2001 :
* ProFauna Indonesia mencatat ada sekitar 9000 penyu yang diperdagangkan hanya dalam kurun waktu 4 bulan, yaitu Mei hingga Agustus.
* WWF Indonesia berhasil mengumpulkan tanda tangan 30 Pedanda dan 25 bendesa adat yang mendukung konservasi penyu di Bali. Puncaknya, Parisada Hindu Dharma Indonesia mengumumkan bahwa penggunaan penyu sebagai banten bukanlah suatu keharusan dan bahwa umat Hindu harus mematuhi dan mendukung hukum perlindungan penyu.
2006 :
* Masyarakat di Tegal Besar – Klungkung (Bali), memulai program perlindungan penyu dengan melepaskan tukik, bekerja sama dengan ProFauna Indonesia dan BKSDA Bali
* Dicanangkan sebagai tahun penyu (Year Of Turtle) oleh sekretariat IOSEA (The Indian Ocean and South East Asia)
* Diresmikannya pusat pendidikan penyu di Pulau Serangan-Bali pada tanggal 20 Januari
2009 :
* Maggie Muurmans dianugerahi penhargaan Future For Nature Award atas upayanya melakukan konservasi bersama Yayasan Pulau Banyak. Saat ini Yayasan Pulau Banyak juga telah siap dengan program ekowisata penyu dan menerima relawan Indonesia maupun internasional untuk mendukung kegiatannya.
* WWF Indonesia menginisiasi pemberian penghargaan acknoledgement kepada 4 personel polisi yang telah dianggap memberikan performa yang baik dalam upaya menyelamatkan penyu
2002 – 2009
Terhitung sebanyak 42 kasus perdagangan/ penyelundupan penyu berhasil digagalkan aparat penegakan hukum di Indonesia, 39 kasus diantaranya terkait dengan penyu ilegal di atau ke Bali dan 3 kasus terkait dengan nelayan Hainan – Cina.
Tak kurang dari 2.705 penyu hijau (Chelonia mydas) dengan panjang lengkung karapas antara 50-120cm berhasil diamankan sebagai barang bukti, sementara 2451 ekor (90,6%) diantaranya berhasil dilepaskan ke laut, sementara sisanya, 254 (9,4%) telah ditemukan dalam keadaan mati saat terjadi penangkapan. Suatu jumlah yang sangat signifikan dalam upaya konservasi penyu, khususnya penyu hijau di Indonesia.
Sejarah Upaya Dan Penetapan Hukum Konservasi Penyu
1973 : Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna Flora (CITES) mulai berkekuatan hukum
1978 :
* Penyu Belimbing mulai dilindungi melalui Kepmen Pertanian no 7/kpts/Um/5/1978
* Indonesia meratifikasi CITES melalui Keppres no.43/1978
1980 : Penyu Lekang dan Penyu Tempayan mulai dilindungi di Indonesia melalui Kepmen Pertanian no 716/kpts/-10/1980
1981 : Seluruh penyu masuk dalam Appendix I CITES yang artinya seluruh perdagangan penyu dilarang
1990 : Ditetapkan UU no 5 tahun 1990 mengenai konservasi sumberdaya alam dan habitatnya. Di dalamnya termasuk mengenai larangan memperjual belikan penyu (termasuk telur penyu) dengan ancaman kurungan penjara 5 tahun dan denda seratus juta rupiah.
1991 : Pembatasan pembolehan penyu yang diperbolehkan dibawa ke Bali 5000 ekor/ tahun. Ijin pemanfaatan penyu harus diperoleh dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Tanjung Benoa dijadikan satu-satunya pintu masuk perdagangan.
1992 : Penyu Pipih mulai dilindungi di Indonesia melalui Kepmen Kehutanan no.882/kpts/-II/92
1996 : Penyu Sisik mulai dilindungi melalui Kepmen Kehutanan no.771/kpts/-II/1996
1999 : Ditemukannya PP no.7/1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa. Pada lampiran tertera semua jenis penyu yang ada di Indonesia, termasuk penyu hijau, sebagai satwa yang dilindungi.
2000 :
* 4 Oktober, untuk pertama kalinya aturan hukum dalam menentang perdagangan penyu di Bali dijalankan. KM Bintang Mas yang membawa 90 ekor penyu hijau, ditangkap oleh polisi perairan sebelum memasuki pelabuhan Tanjung Benoa. Para pelakunya dihukum dengan kurungan 1 tahun penjara dan denda.
* Pemda Bali mengeluarkan SK no.243/2000, yang intinya adalah pemanfaatan penyu di Bali mengacu kepada PP no.7/1999. SK ini menarik kembali kuota yang ditetapkan pada tahun 1991
2001 :
* Polisi melakukan penyitaan besar-besaran terhadap perdagangan penyu di Bali. Pada saat itu ada 4 pedagang yang diproses di pengadilan dan dijatuhi hukuman antara 6 bulan hingga satu tahun. Sejak saat itu perdagangan penyu menurun hingga 80 persen.
* Pemda Sukabumi mengeluarkan Perda no.2/2001 yang salah satu isinya adalah mengatur perdagangan telur penyu dengan melibatkan perusahaan swasta, padahal statusnya dilindungi.
2002 :
* Pada 7 Oktober telah disita 114 ekor penyu hijau di pantai Dusun Karangasem, Bali.
* Satgas Pantai Kuta diberikan pelatihan penanganan telur penyu dari injakan para pengunjung atau dari pasang surut air. Program perlindungan ini didukung oleh Desa Adat dan BKSDA.
2003 : Aparat berhasil menggagalkan penyelundupan 300 ekor penyu hijau keluar kabupaten Alor
2004 :
* November, sebanyak 51 ekor penyu rata-rata berusia 51 tahun gagal diselundupkan ke Bali dari Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Kapal ditangkap oleh patroli Polisi air di perairan Badung.
* Oktober, Dit Polisi Air Polda Bali berhasil menggagalkan penyelundupan 86 ekor penyu dari Sulawesi Tenggara.
* 10 Maret, terjadi penangkapan terhadap perahu Angling Dharma diluar perairan Tanjung Benoa. 131 penyu disita, kemudian 130 penyu yang masih hidup dilepaskan di Pantai Kuta.
2005 :
* Indonesia menandatangani nota kesepahaman antara The Indian Ocean and South East Asia (IOSEA) yang berisi mengenai pengelolaan dan pelestarian penyu di Lautan Hindia dan Asia Tenggara.
* Akhirnya Perda Sukabumi no.2/2001 dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan keputusan Mendagri no 92/2005
2006 :
* Indonesia bersama Papua New Guniea dan Sepulauan Solomon mendatangi nota kesepahaman konferensi dan pengelolaan Penyu Belimbing di Pasifik Barat. Momentum ini diinisiasi oleh WWF Indonesia.
* Polisi Air Polda Bali menangkap dua buah kapal yang menangkap penyu ke Bali. Selain itu satu kapal tertangkap oleh Kepolisian Nusa Tenggara Barat, kapal-kapal yang tertangkap tersebut membawa 7-200 ekor penyu hijau
2007 :
* Kapal Patroli BKSDA Kaltim berhasil menggagalkan penyelundupan 387 ekor penyu awetan yang berasal dari perairan Kalimantan Timur. Penyelundupan yang ditangkap di perbatasan antara Indonesia dan Malaysia, dilakukan oleh kapal nelayan berbendera Cina yang bernama MV.Hainan 02099 dan diawaki oleh 23 orang warga Negara Cina asal Propinsi Hainan.
* 29 Agustus, Wang Sue Cheng, Nahkoda kapal MV.Hainan 02099 dinyatakan bersalah oleh pengadilan negeri Tarakan, ia divonis 4 tahun penjara potong masa tahanan serta dikenakan denda Rp.10 juta, subsider penjara 2 bulan, dan biaya perkara Rp.5000. Hukuman itu lebih ringan daripada jaksa penuntut umum, 5 tahun penjara.
2009 :
* Indonesia meratifikasi United Nations Convention Against Transnational Crimes (UNTOC) melalui UU 5/2009, sehingga memungkinkan Indonesia bekerjasama dengan internasional dalam menangani kejahatan perdagangan ilegal satwa liar, termasuk penyu.
* Awal tahun 2009, aparat berhasil menggagalkan 3 kasus penyelundupan penyu di Sinjai (Sulsel), sebanyak 32 ekor, di Tanjung Benoa (Bali) sebanyak 6 ekor, dan di Dompu (NTB) 28 ekor.