Penyu adalah hewan yang menghabiskan ebagian besar hidupnya di laut, namun penyu betina akan kembali ke pantai untuk bertelur. Perjalanan penting ini seringkali terhambat karena adanya sampah plastik. Ranger Yayasan Penyu Indonesia (YPI) di lapangan seringkali menemukan jejak false crawl, yaitu jejak penyu yang putar balik ke laut dan tidak jadi bertelur, karena jalan mereka terhalang sampah maupun bongkahan kayu.
Contohnya pada pantai peneluran penyu yang kami lindungi di Berau yang seringkali dipenuhi sampah kiriman yang terbawa arus laut. Kondisi ini semakin parah ketika musim hujan tiba, dan ini menjadi tantangan tersendiri bagi para ranger yang bertugas. Tim ranger kami melakukan kegiatan bersih pantai secara rutin untuk memastikan jalur penyu bertelur dan jalur tukik kembali ke laut bebas dari hambatan sampah.
Sampah yang dikumpulkan oleh ranger kemudian dipilah untuk dimanfaatkan kembali di kamp YPI. Di Berau botol plastik dimanfaatkan menjadi ecobrick dan tutup botol dijadikan dekorasi dinding. Pendekatan kreatif ini membantu mengurangi limbah sekaligus mendukung keberlanjutan.
Persoalan sampah ini adalah tanggung jawab bersama. Pemerintah dapat memperkuat kebijakan pengurangan sampah dan menyediakan insentif untuk pengelolaan yang berkelanjutan. Di sisi lain, masyarakat juga harus mulai bertanggung jawab terhadap sampah yang mereka hasilkan. Fasilitas khusus untuk pengolahan sampah plastik sebenarnya dibutuhkan tidak hanya di daerah konservasi penyu tetapi juga di semua wilayah, untuk memastikan lingkungan tetap lestari bagi generasi mendatang.